Kamis, 17 Oktober 2013

SIFILIS


I.     Pendahuluan
Penyakit ini tergolong penyakit tua, ada yang mengatakan bahwa penyakit ini dibawa oleh Columbus dari ‘dunia baru’ (mungkin maksudnya Amerika) yang beriklim tropis ke benua Eropa. Kekebalan tubuh orang Eropa terhadap penyakit baru ini lemah bahkan hampir tidak ada karena pada masa itu, penyakit ini belum pernah terjadi sebelumnya.
Penyakit ini ditularkan melalui hubungan seksual. Berpindah dari satu orang ke orang lain yang melakukan kontak seksual, jadilah penyakit ini wabah lebih-lebih jika tidak menggunakan kondom sebagai pelindung. Rute penularan sipilis juga melalui transmisi dari ibu ke anak dalam uterus, tapi kasus ini sangat jarang terjadi.
Sipilis atau sifilis disebabkan oleh  bakteri pirochetal  Treponema pallidum  subspecies pallidum karena merupakan bagian jenis bakteri Treponema pallidum yang berbentuk spiral *.   Tanda-tanda dan gejala sipilis sangat banyak sehingga kadang mirip dengan penyakit lainnya; sebelum kedatangan dari pengujian serologi, diagnosa yang tepat sangat sulit dilakukan.
Syphilis umumnya dapat diperlakukan dengan antibiotik, termasuk penisilin. Salah satu yang paling tua dan yang paling efektif adalah metode suntikan intramuscular dari benzathine penisilin. Jika tidak cepat ditangani, sipilis dapat merusak jantung, aorta, otak, mata, dan tulang. Dalam beberapa kasus, efek ini bisa fatal.

II.      Gejala
Perlu kita pelajari gejala yang timbul karena jika seorang dokter tidak menanyakan dari seorang pasien tentang gejala dan proses yang terlihat pada tubuhnya bisa jadi dokter akan salah diagnosis.
Tahap pertama terjadi 9-10 hari (kira-kira 21 hari) setelah terinfeksi/terpajan yaitu timbul luka/lesi yang tidak nyeri di penis, bibir kemaluan atau leher rahim. Pada tahap ini bakteri mengalami masa inkubasinya. Bandingkan luka pada sipilis dengan Chancroid.
Tahap kedua terjadi 1-6 bulan setelah terinfeksi. Cirinya yaitu timbulnya kelainan kulit bercak kemerahan tidak gatal, terutama pada telapak tangan dan kaki. Timbul pembesaran kelenjar getah bening di seluruh tubuh. Kadangbisa juga berupa kutil di sekitar alat kelamin dan anus.
Tahap ketiga atau sipilis laten, tahap ini berbahaya karena tidak terdetaksi dari luar tubuh. Infeksi menyerang bagian tubuh dalam. Hanya dengan pemeriksaan darah sajalah sipilis bisa terdeteksi.
Tahap keempat, timbul 5-30 tahun setelah tahap sipilis II. Pada tahap ini sipilis menetap dan merusak organ-organ tubuh penting pembuluh darah dan jantung, serabut saraf, sumsum tulang belakang, dan otak.
Tahap kelima, ini merupakan tahap komplikasi pada sistem syraf tetapi ini jarang ditemui kecuali pada pengidap HIV, baca penjelasannya di sini: neurosyphilis.
Penyakit sipilis dapat dideteksi di laboratorium dengan mengecek pada darah apakah terdapat antibodi bakteri ini. Antibodi ini bersifat abadi bahkan jika penyakitnya sudah bisa disembuhkan, antiodi ini akan tetap terlihat pada bacaan mikroskop khusus. Saat ini di Indonesia, pada hampir semua Puskesmas sudah terdapat protap (prosedur tetap) penanganan sipilis, namun untuk penelitian atau tes laboratorium hanya dapat dilakukan di kota. Sehingga perlu pengiriman sampel darah ke laboratorium dan itu memerlukan waktu yang cukup lama.

III.   Pengobatan
Untuk pembaca umum, jangan coba beli obat sendiri tanpa resep dokter karena bisa membuat kuman resisten (kebal) terhadap obat. Harap ditanyakan pada dokter/medis yang berkompeten, untuk dokter/medis yang ingin mempelajari bisa dicek di alamat Wikipedia (paling bawah) yang sudah diberi link ke alamat bersangkutan (tampaknya masih diperlukan tambahan literatur).

IV.    Pencegahan
 Sipilis ditularkan melalui hubungan penetrasi seksual, sehingga penggunaan kondom dianjurkan dalam hal ini. Lebih baik menghindarkan diri dari hubungan seksual berganti-ganti pasangan.

V.  Pemeriksaan Serologi Pada Pasien Sifilis
Sifilis adalah penyakit yang pada umumnya berjangkit setelah hubungan seksual. Menahun dengan adanya remisi dan eksaserbasi, dapat menyerang semua organ dalam tubuh terutama system kardiovasikular, otak dan susunan saraf serta dapat terjadi kongenital.
Beberapa pemeriksaan serologi yang dapat dilakukan pada pasien sifilis :
Test Fiksasi Komplemen
·        R.P.C.F. (Reiter Protein Complement Fixation).
·        T.P.C.F. (Treponema Pallidum Complement Fixation)
T. pallidum yang virulen diperoleh dari testis kelinci yang terinfeksi. Dengan sentrifugasi diferensial membuat treponemanya terkonsentrasi, fraksi-fraksi lipidnya dihilangkan dengan aseton dan ekstraksi eter , dan aktif protein-like antigen dihilangkan dari treponema kering dengan solusio natrium desoxycholate 0.2% Antigen yang dihasilkan digunakan dalam fiksasi komplemen
Test Aglutinasi
·        T.P.A. (Treponema Pallidum Aglutination)
·        T.P.H.A. (Treponema Pallidum Haemaglutination Assay)
TPHA (Syphilis TPHA Liquid)
Tes Hemaaglutinasi Untuk menentukan Antibodi terhadap Treponema pallidum secara kualitatif dan kuantitatif.
Metode :
Tes STL menggunakan metode Hemaaglutinasi tidak langsung (indirek hemaaglutinasi) untuk mendeteksi antibodi spesifik terhadap T.pallidum. Erittrosit unggas dilapisi dengan antigen T.pallidum. Adanya antibodi Sipilis yang mensentisasi sel akan mengahsilkan agglutinasi dengan pola khas didalam mikroplate. Antibodi untuk Treponema non-patogenik diabssorbsi oleh ekstrak Reiter Treponema yang ada didalam suspensi sel.
Isi Kit :
·        STC 2x4 ml Test Cell (tutup putih) siap pakai, (sel unggas)
·        SCC 2x5 ml Control Cell (tutup biru) siap pakai, (sel unggas)
·        PC 0,5 ml Control Serum Positif (tutup merah), reaktif dengan Test Cells (serum Manusia)
·        NC 0,5 ml control Serum Negatif (tutup hijau) tidak reaktif denagn Test Cells dan control Cells (serum bovine).
·        DIL 20 ml Diluent (serum Kelinci).

Alat Yang Digunakan :
-          Mikropipet atau Mikrodiluter (25 ul, 75 ul, 100 ul)
-          Mikroplate “U”

Spesimen/Sampel :
Serum (jangan Plasma) hindarkan dari kontaminasi dan hemolisis, serum segar bisa disimpan maksimal 24 jam, suhu 2-80C atau 4 minggu pada suhu –20oC.

Prosedur
Tes Kualitatif
1.      Dipipet Diluent sebanyak 100 ul kedalam W1, dan 25 ul masing-masing untuk W2 dan W3.
2.      Tambahkan 25 ul serum sampel atau PC, NC kedalam W1, campur dan pindahkan 25 ul ke w2 (control Well). Campur dan pindahkan 25 ul ke Well lain
3.      Tambahkan 75 ul suspensi SCC ke W2 dan 75 ul suspensi STC ke W3
4.      Goyangkan plate untuk memastikan bahwa isinya telah tercampur dengan baik.
5.      Letakkan plate diatas permukaan warna putih, jauhkan dari getaran dan sinar matahari langsung. Biarkan selama 45-60 menit, baca hasil.
Tes Kuantitatif
1.      Isi masing-masing 25 ul DIL kedalam W4 sampai W10, sejajar dengan Well pada tes kualitatif.
2.      Tambahkan 25 ul campuran dari W3 (Well lain) ke W4, campur dan pindahkan 25 ul ke W5 dan seterusnya sampai pada W10 dituang sebanyak 25 ul.
3.      Tambahkan masing-masing Well STC sebanyak 75 ul.
4.      Lanjutkan seperti pada tes Kualitatif.

Interpretasi Hasil :
·        Negatif : Suspensi sel mengumpul ditengah Well
·        Positif : Aglutinasi menyebar didasar Well
Catatan : W2 harus selalu bereaksi Negatif, Jika pada W2 positif maka tes dinyatakan tidak sah (invalid). Langakah selanjutnya serum sampel harus diabsorbsi dengan cara :
“ 25 ul sampel dicampur dengan 0,5 ml SCC dan inkubasi selama 30 menit. Sentrifus selama 5 menit dan pipet 25 ul supernatan kedalam 75 ul STC pada well. Lanjutkan dan baca seperti tes kualitatif.


Test Immobilisasi
        ·T.P.I (Treponema Pallidum Immobilisation)
Sebuah tes untuk sifilis di mana terdapat antibodi selain antibodi Wassermann  dalam serum pasien sifilis, dengan adanya komplemen, serum pasien menyebabkan imobilisasi Treponema pallidum yang diperoleh dari testis kelinci terinfeksi sifilis. Juga disebut TPI tes.

Test Immuno Fluoresence
o   F.T.A. (Fluoresence Treponemal Antibody
o   F.T.A. Abs (Fluoresence Treponemal Antibody Absorption test)
Sebuah tes skrining serum darah untuk sifilis untuk menunjukkan ada atau tidak adanya antibodi spesifik ditujukan terhadap organisme (Treponema pallidum) yang merupakan penyebab sifilis
Hasil tes FTA-ABS negatif pada orang yang tidak memiliki sifilis. juga bisa seseorang memiliki hasil FTA-ABS  negatif  pada fase awal penyakit (primer) dan akhir penyakit (tersier). Pada tahap pertengahan penyakit (sekunder), tes FTA-ABS yang paling dapat diandalkan dan dilaporkan positif dalam 100% kasus.
Uji FTA-ABS sering digunakan sebagai tes konfirmasi setelah skrining pertama pasien dengan VDRL (Venereal Disease Research Laboratory) atau RPR (rapid plasma reagin) , karena tes FTA-ABS lebih mahal dan lama daripada " non-treponemal "tes sifilis seperti VDRL dan RPR.

Rabu, 09 Oktober 2013

Kewaspadaan Universal (Universal Precaution)

Apa Kewaspadaan Universal Itu?
Kewaspadaan Universal (Universal Precaution) adalah kewaspadaan terhadap darah dan cairan tubuh yang tidak membedakan perlakuan terhadap setiap pasien, dan tidak tergantung pada diagnosis penyakitnya (kamus-medis) 
Cara agar petugas perawatan kesehatan dapat menghindari infeksi dari infeksi yang diangkut aliran darah, seperti HIV atau hepatitis B dan C. Kewaspadaan umum pertama dikembangkan pada 1987 di AS. Pedoman termasuk penggunaan sarung tangan lateks, masker, dan kacamata pelindung jika pekerjaan ada kaitannya dengan darah atau cairan tubuh (Komunitas AIDS Indonesia) 
Ada berbagai macam infeksi menular yang terdapat dalam darah dan cairan tubuh lain seseorang, di antaranya hepatitis B dan C dan HIV. Mungkin juga ada infeksi lain yang belum diketahui, harus diingat bahwa hepatitis C baru ditemukan pada 1988. Sebagian besar pasien dengan infeksi tersebut belum tahu dirinya terinfeksi.
Dalam semua sarana kesehatan, termasuk rumah sakit, puskesmas dan praktek dokter gigi, tindakan yang dapat mengakibatkan luka atau tumpahan cairan tubuh, atau penggunaan alat medis yang tidak steril, dapat menjadi sumber infeksi penyakit tersebut pada petugas layanan kesehatan dan pasien lain. Jadi seharusnya ada pedoman untuk mencegah kemungkinan penularan terjadi.
Pedoman ini disebut sebagai kewaspadaan universal. Harus ditekankan bahwa pedoman tersebut dibutuhkan tidak hanya untuk melindungi terhadap penularan HIV, tetapi yang tidak kalah penting terhadap infeksi lain yang dapat berat dan sebetulnya lebih mudah menular.

Bagaimana Kewaspadaan Universal Diterapkan?
Karena akan sulit untuk mengetahui apakah pasien terinfeksi atau tidak, petugas layanan kesehatan harus menerapkan kewaspadaan universal secara penuh dalam hubungan dengan SEMUA pasien, dengan melakukan tindakan berikut:


  • Cuci tangan setelah berhubungan dengan pasien atau setelah membuka sarung tangan
  • Segera cuci tangan setelah ada hubungan dengan cairan tubuh
  • Pakai sarung tangan bila mungkin akan ada hubungan dengan cairan tubuh
  • Pakai masker dan kacamata pelindung bila mungkin ada percikan cairan tubuh
  • Tangani dan buang jarum suntik dan alat tajam lain secara aman; yang sekali pakai tidak boleh dipakai ulang
  • Bersihkan dan disinfeksikan tumpahan cairan tubuh dengan bahan yang cocok
  • Patuhi standar untuk disinfeksi dan sterilisasi alat medis
  • Tangani semua bahan yang tercemar dengan cairan tubuh sesuai dengan prosedur
  • Buang limbah sesuai prosedur
Metode Mencuci Tangan 
  • Gunakan sabun cair lebih bagus dan dilakukan di air hangat mengalir.
  • Gosok tangan bersama-sama dengan selama minimal 30 detik.
  • Ingat untuk mencuci semua permukaan termasuk ibu jari, pergelangan tangan, punggung tangan, antara jari dan sekitar dan di bawah kuku.
  • Bilas tangan dengan baik pada air mengalir dari pergelangan ke jari pada air mengalir.
  • Keringkan tangan dengan handuk kertas, lalu menggunakan handuk yang sama untuk mematikan kran.
  • Buang handuk
Ingat, cuci tangan SELALU SAAT:
  • Ketika anda tiba di penitipan anak
  • Sebelum dan Sesudah pemberian obat
  • Sebelum memulai perawatan
  • Sebelum dan Setelah menggunakan kamar mandi
  • Sebelum penanganan peralatan bersih
  • Setelah penanganan peralatan bersih
  • Sebelum dan Sesudah makan
  • Sebelum menangani makanan
  • Sebelum meninggalkan ruang perawatan
Apakah Ada Pilihan Lain? 
Sebelum kewaspadaan universal pertama dikenalkan di AS pada 1987, semua pasien harus dites untuk semua infeksi tersebut. Bila diketahui terinfeksi, pasien diisolasikan dan kewaspadaan khusus lain dilakukan, misalnya waktu bedah. Banyak petugas layanan kesehatan dan pemimpin rumah sakit masih menuntut tes HIV wajib untuk semua pasien yang dianggap anggota ‘kelompok berisiko tinggi’ infeksi HIV, misalnya pengguna narkoba suntikan. Namun tes wajib ini tidak layak, kurang efektif dan bahkan berbahaya untuk beberapa alasan:
  • Hasil tes sering baru diterima setelah pasien selesai dirawat
  • Bila semua pasien dites, biaya sangat tinggi
  • Jika hanya pasien yang dianggap berisiko tinggi dites, infeksi HIV pada pasien yang dianggap tidak berisiko tidak diketahui
  • Hasil negatif palsu menyebabkan kurang kewaspadaan saat dibutuhkan
  • Hasil positif palsu menyebabkan kegelisahan yang tidak perlu untuk pasien dan petugas layanan kesehatan
  • Tes hanya untuk HIV tidak melindungi terhadap infeksi virus hepatitis dan kuman lain dalam darah termasuk yang belum diketahui, banyak di antaranya lebih menular, prevalensinya lebih tinggi dan hampir seganas HIV
  • Tes tidak menemukan infeksi pada orang yang dalam masa jendela, sebelum antibodi terbentuk
  • Tes HIV tanpa konseling dan informed consent melanggar peraturan nasional dan hak asasi manusia
Bila kewaspadaan universal hanya dipakai untuk pasien yang diketahui terinfeksi HIV, status HIV-nya pasti diketahui orang lain, asas kerahasiaan tidak terjaga, dengan akibat hak asasinya terlanggar.

Mengapa Kewaspadaan Universal Sering Diabaikan?
Ada banyak alasan mengapa kewaspadaan universal tidak diterapkan, termasuk:

  • Petugas layanan kesehatan kurang pengetahuan
  • Kurang dana untuk menyediakan pasokan yang dibutuhkan, misalnya sarung tangan dan masker
  • Penyediaan pasokan tersebut kurang
  • Petugas layanan kesehatan ‘terlalu sibuk’
  • Dianggap Odha harus ‘mengaku’ bahwa dirinya HIV-positif agar kewaspadaan dapat dilakukan
Tambahannya, rumah sakit swasta enggan membebani semua pasien dengan ongkos kewaspadaan yang pasien anggap tidak dibutuhkan.

Apakah Risiko Jika Kewaspadaan Universal Kurang Diterapkan? 
Kewaspadaan universal diciptakan untuk melindungi terhadap kecelakaan yang dapat terjadi. Kecelakaan yang paling umum adalah tertusuk jarum suntik, yaitu jarum suntik yang dipakai pada pasien menusuk kulit seorang petugas layanan kesehatan. Penelitian menunjukkan bahwa risiko penularan rata-rata dalam kasus pasien yang bersangkutan terinfeksi HIV adalah kurang lebih 0,3%, dibandingkan dengan 3% untuk hepatitis C dan lebih dari 30% untuk hepatitis B. Jika darah dari pasien yang terinfeksi mengenai selaput mukosa (misalnya masuk mata) petugas layanan kesehatan, risiko penularan HIV adalah kurang lebih 0,1%. Walaupun belum ada data tentang kejadian serupa dengan darah yang dicemar hepatitis B, risiko jelas jauh lebih tinggi.

Apa yang Dapat Dilakukan Jika Ada Kecelakaan?
Fasilitas layanan kesehatan harus mempunyai prosedur tetap yang dipakai bila ada kecelakaan. Satu pilihan untuk mencegah infeksi HIV setelah diselidiki adalah untuk menawarkan profilaksis pascapajanan (PPP).

Bagaimana Kita Dapat Mendorong Penerapan Kewaspadaan Universal? 
Jelas penerapan kewaspadaan universal yang tidak sesuai dapat menghasilkan bukan hanya risiko pada petugas layanan kesehatan dan pasien lain, tetapi juga peningkatan pada stigma dan diskriminasi yang dihadapi oleh Odha. Jadi kita harus mengerti dasar pemikiran kewaspadaan universal dan terus menerus mengadvokasikan untuk penerapannya. Kita harus mengajukan keluhan jika kewaspadaan universal diterapkan secara pilih-pilih (‘kewaspadaan Odha’) dalam sarana medis. Kita harus protes dan menolak bila ada tes HIV wajib sebelum kita diterima di rumah sakit. Kita mungkin juga harus beradvokasi pada pemerintah daerah melalui KPAD dan pada DPRD agar disediakan dana yang cukup untuk menerapkan kewaspadaan universal dalam sarana medis pemerintah.

Remember This:
Kewaspadaan universal dimaksudkan untuk melindungi petugas layanan kesehatan dan pasien lain terhadap penularan berbagai infeksi dalam darah dan cairan tubuh lain, termasuk HIV. Kewaspadaan tersebut mewajibkan petugas/perawat agar melakukan tindakan tertentu seperti memakai sarung tangan jika mereka mungkin akan terkena cairan tubuh pasien. 
Karena tidak praktis untuk melakukan tes pada semua pasien untuk semua infeksi yang mungkin dapat menular, dan bila hanya pasien dari ‘kelompok berisiko tinggi’ dites bersikap diskriminatif (dan tidak efektif, antara lain akibat masa jendela), maka kewaspadaan universal mewajibkan agar SEMUA pasien dianggap terinfeksi. Penerapan kewaspadaan universal sering kurang baik. Sebagai Odha dan orang yang peduli, kita harus beradvokasi agar kewaspadaan universal diterapkan secara penuh

IMUNODEFISIENSI


            Imunodefisiensi adalah penyakit yang disebabkan menurunya atau gagalnya salah satu atau lebih komponen sistem imun. Imunodefisiensi spesifik dapat melibatkan kelainan pada sel T atau sel B yang merupakan komponen sistem imun spesifik, sedangkan kelompok Imunodefisiensi lain adalah Imunodefisiensi non-spesifik yang melibatkan komponen-komponen sistem imun yang terutama terdiri atas sistem fagosit dan komplemen. Gejala klinis yang menonjol pada Imunodefisiensi adalah infeksi berulang atau berkepanjangan atau oportunistik atau infeksi yang tidak umum yang tidak memberikan respon yang adekuat terhadap terapi antimikroba. Telah diketahui bahwa reaksi imunologi pada infeksi merupakan interaksi antara berbagai komponen dalam sistem imun yang sangat komplek. Kelainan pada sistem fagosit, limfosit T dan limfosit B mapun dalam sistem komplemen dapat menampilkan gejala klinik yang sama sehingga sulit dipastikan komponen mana dari sistem imun yang mengalami gangguan. Penderita dengan defisiensi limfosit T biasanya menunjukan kepekaan terhadap infeksi virus, protozoa, dan jamur yang biasanya dapat diatasi dengan respon imun seluler.
            Gambaran umum imunodefisiensi adalah sebagai berikut:
·   Konsekuensi utama imunodefisiensi adalah peningkatan kepekaan terhadap infeksi. Sifat infeksi pada individu tertentu terutama bergantung pada komponen sistem imun mana yang mengalami defek.
·   Pasien dengan imunodefisiensi biasanya juga mudah terkena kanker terutama kanker yang disebabkan oleh virus. Hal ini sering terlihat pada imunodefisiensi sel T.
·   Imunodefisiensi merupakan penyakit yang sangat heterogen. Sebagian besar hal ini disebabkan defek komponen sisten imun tang berbeda-beda dengan manisfestasi klinis yang berbeda pula.
Dengan demikian, defek respon imun dapat disebabkan kelainan imunitas spesifik maupun non spesifik, sedangkan defek imunitas spesifik mungkin disebabkan kelainan dalam perkembangan sel-sel sistem imun, maupun aktivasi atau fungsi limfosit T dan atau limfosit B spesifik.

I. DEFISIENSI IMUN NON-SPESIFIK
A. Defisiensi Komplemen
Defisiensi komplemen atau fungsi komplemen berhubungan dengan pemingkatan insidensi infeksi dan penyakit autoimun SLE. Komponen komplemen dibutuhkan untuk membunuh kuman, opsonisasi, kemotaksis, pencegahan penyakit autoimun dan eleminasi kompleks antigen antibodi. Defisiensi komplemen (terutama C3) dapat menimbulkan berbagai akibat seperti infeksi bakteri yang rekuren, peningkatan sensitifitas terhdap penyakit atuimun.

B. Defisiensi Sistem Fagosit
Fagosit dapat menghancurkan mikroorganisme dengan atau tanpa bantuan komplemen. Defisiensi fagosit sering disertai dengan infeksi berulang. Defisiensi disini ditekankan terhadap sel PMN.

1. Defisiensi Kuantitatif
          Neutropenia atau granulositopenia yang ditemukan dapat disebabkan oleh penurunan produksi atau peningkatan destruksi. Penurunan produksi neutrofil dapat disebabkan pemberian depresan sumsum tulang (kemoterapi pada kanker), leukimia.
          Peningkatan destruksi neutrofil dapat merupakan fenomena autoimun akibat pemberian obat tertentu yang dapat memacu produksi antibodi dan berfungsi sebagai opsonin untuk neutrofil normal.

2. Defisiensi Kualitatif
          Defisiensi kualitatif dapat mengenai fungsi fagosit seperti kemotaksis, menelan/memakan dan membunuh mikroba intraseluler.
a. Chronic Granulomatosus Disease (CGD)
CGD mempunyai ciri infeksi rekuren berbagai mikroba baik gram negatif mapun gram positif. Pada CGD ditemukan dwefek neutrofil, ketidak mampuan membentuk hidrogen peroksidase atau metabolit oksigen toksik lainnya.
b. Defisiensi Glucose-6-Phosphate Dehydrogenase (G6PD)
Defisiensi G6PD adalah penyakit imunodefisiensi yang X-Linked. Penyakit ini diduga akibat defisiensi generasi Nicotinamide Adenin Dinucleotide Phosphate Dehydrogenase (NAPDH). Dalam keadaan normal, fagositosis akan mengaktifkan oksidase NADPH yang diperlukan untuk pembentukan peroksidase. Pada defisiensi oksidase NADPH tidak dibentuk peroksidase yang diperlukan untuk membunuh kuman intraseluler.


II. DEFISIENSI IMUN SPESIFIK
A. Defisiensi Imun Kongenital atau Primer
1. Defisiensi Imun Primer Sel B
          Defisiensi sel B dapat berupa gangguan perkembangan sel B. Berbagai akibat dapat ditemukan seperti tidak adanya semua Ig atau satu kelas atau sub kelas Ig. Penderita dengan defisiensi semua jenis IgG akan lebih mudah menjadi sakit dibanding dengan yang hanya menderita defisiensi kelas Ig tertentu saja. Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan adalah analisa jumlah dan fungsi sel B, imunoelektroforesis dan evaluasi kuantitatif untuk menentukan kadar berbagai kelas dan subkelas IgG.

2. Defisiensi Imun Primer Sel T
          Penderita dengan defisiensi sel T kongenital sangat rentan terhadap infeksi virus, jamur dan protozoa. Oleh karena sel T juga bnerpengaruh terhadap sel B, maka defisiensi sel T disertai pula gangguan produksi Ig yang tampak dan tidak adanya respon terhadap vaksinasi dan seringnya terjadi infeksi.
a.    Kandidiasis Mukokutan Kironik
Kandidiasis Mukokutan Kronik adalah infeksi jamur biasa yang nonpatogenik seperti K. Albikans pada kulit dan selaput lendir yang disertai dengan gangguan fungsi sel T yang selektif. Penderita tersebut mempunyai imunitas seluler yang normal terhadap mikroorganisme lain selain kandida dan imunitas humoralnya normal. Jumlah limfosit total normal, tetapi sel T menunjukan kemampuan yang kurang untuk memproduksi MIF dalam respon terhadap antigen kandida, meskipun respon terhadap antigen lain normal.

B. Defisiensi Imun Spesifik Fisiologik
1. Kehamilan
          Defisiensi imun seluler dapat ditemukan dalam kehamilan. Keadaan ini mungkin diperlukan untuk kelangsungan hidup fetus yang merupakan allograft dengan antigen paternal. Hal tersebut antara lain dapat disebabkan karena terjadinya peningkatan aktivitas sel Ts atau oleh efek supresif faktor humoral yang dibentuk trofoblas.
          Wanita hamil memproduksi Ig yang meningkat atas pengaruh estrogen. IgG diangkut melewati plasenta oleh reseptor Fc pada akhir hamil 10 minggu.

2. Usia Tahun Pertama
          Sistem imun pada usia satu tahun pertama sampai usia 5 tahun masih belim matang. Meskipun neonatus menunjukan jumlah sel T yang tinggi. Semuanya berupa sel naif dan tidak memberikan respon yang adekuat terhadap antigen.

3. Usia Lanjut
          Golongan usia lanjut lebih sering mendapat infeksi dibandingkan dengan usia muda. Hal ini disebabkan oleh karena atrofi timus, fungtsi timus menurun. Akibat involusi timus, jumlah sel T Naif dan kualitas respon sel T  makin berkurang. Jumlah sel T memori meningkat tetapi semakin sulit untuk berkembang.

C. Defisiensi Imun Didapat Sekunder
Merupakan defisiensi sekunder yang sering ditemukan. Defisiensi tersebut mengenai fungsi fagosit dan limfosit yang terjadi akibat infeksi HIV, malnutrisi, terapi sitotoksik dan lainnya. Defisiensi imun sekunder dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi oportunistik
1. Malnutrisi
Malnutrisi dan defisiensi zat besi dapat menimbulkan depresi sistem imun terutama pada imubitas seluler.
2. Infeksi
Infeksi dapat menimbulkan defisiensi imun. Infeksi virus dapat menginfeksi tubuh dan menginduksi supresi Delayed Type Hypersensitivitas sementara, jumlah sel T dalam sirkulasi dan respon limfosit terhadap antigen dan mitogen menurun.
3. Obat, Trauma, Tindakan Katerisasi dan Bedah
Obat sering menimbulkan defisiensi imun sekunder. Imunosupresi merupakan efek samping steroid dan obat sitotoksik sudah sering digunakan pada penyakit autoimun dan pencegahan penolakan transplantasi. Pemberian obat, tindakan katerisasi dan bedah dapat menimbulkan imunokompromais. Obat-obat imunosupresi dan antibiotik dapat menekan sistem imun pasien yang mendapat taruma (luka bakar atau tindakan bedah ) akan kurang mampu menghadapi patogen, mungkin akibat penglepasan faktor dan menekan respon imun.
4. Penyinaran
Dalam dosis tinggi penyinran menekan seluruh jringan limfoid, sedang dalam dosis rendah dapat menekan aktivasi sel Ts secara selektif
5. Penyakit Berat
6. Kehilangan Imunoglobulin/ Leukosit
Defisiensi imunoglobulin dapat juga terjadi karena tubuh kehilangan protein yang berlebihan seperti pada penyakit ginjal dan diare.
7. Stres
Stres akut atau kronos menunjukan berbagai efek terhadap sistem imun. Sistem imun berintegrasi dengan stres. Sistem imun dapat bekeja sebagai sistem sensoris pada infeksi dini melalui peningkatan respon fase akut. Pada keadaan lain, stres menghambat kerja sistem imun.

Selasa, 08 Oktober 2013

Trichomonas vaginalis

Klasifikasi :
Class: Flagellata
Family: Trichomonadidae
Genus: Trichomonas
Species: 
  • Trichomonas vaginalis
  • Trichomonas hominis
  • Trichomonas faetus

Sejarah dan Penyebaran :
Spesies parasit ini ditemukan pertama kali oleh Donne 1836 pada sekresi purulen dari vagina wanita dan sekresi traktus urogenital pria. Pada tahun 1837, protozoa ini dinamakan Trichomonas vaginalis. Parasit ini bersifat cosmopolitan ditemukan pada saluran reproduksi pria dan wanita. Penyebab terjadinya keputihan pada wanita. Biasa disebut leukorrhoe atau flour albus.

Morfologi :
  • Mempunyai ukuran antara 15 - 20 mikron x 10 mikron
  • Tidak berwarna dan bentuknya cuboid
  • Sitoplasmanya bergranula dimana granula tersebut pada umumnya terletak di sekitar custa dan axostyle
  • Membran bergelombang berakhir pada pertengahan tubuh, jadi tidak mempunyai flagela bebas
  • Sitostoma tidak ada
  • Habitat pada vagina bagian atas serta prostat dan seki¬tarnya
  • Makanannya adalah kuman-kuman, sel-sel vagina dsb
  • Trichomonas Vaginalis hanya dapat hidup pada pH > 5,5 - 7,5
Biologi
Parasit hidup dalam vagina dan urethra wanita dan prostata, vesica seminalis dan urethra pria. Penyakit ditularkan lewat hubungan kelamin, bahkan pernah ditemukan pada anak yang baru lahir. Juga pernah secara kebetulan ditemukan pada anak dan wanita yang masih perawan, mungkin terjadi infeksi melalui handuk dan pakaian yang tercemar. Derajat keasaman normal pada vagina adalah 4,0-4,5, tetapi bila terinfeksi akan berubah menjadi 5,0-6,0 sehingga organisme ini dapat tumbuh baik.

Patologi
Kebanyakan spesies Trichomonas tidak begitu patogen dan gejalanya hampir tidak terlihat. Tetapi beberapa strain dapat menyebabkan inflamasi, gatal-gatal, keluar cairan putih yang mengandung trichomonas. Protozoa ini memakan bakteri, leukosit dan sel eksudat. Seperti mastigophora lainnya T. vaginalis membelah diri secara longitudinal dan tidak membetuk cyste.
Beberapa hari setelah infeksi, terjadi degenerasi epithel vagina diikuti infiltrasi leukosit. Sekresi vagina akan bertambah banyak berwarna putih kehijauan dan terjadi radang pada jaringan tersebut. Pada infeksi akut, biasanya akan menjadi kronis dan gejalanya menjadi tidak jelas. Pada pria yang terinfeksi, gejalanya tidak terlihat, tetapi kadang ditemukan adanya radang urethritis atau prostitis.

Diagnosis dan pengobatan
Diagnosis bergantung pada ditemukannya trichomonas dalam sekresi penderita. Dapat juga dilakukan dengan tes haemaglutination indirek (tidak langsung).Pengobatan dengan cara oral seperti metronidazole biasanya dapat sembuh dalam waktu 5 hari. Dapat terjadi reinfeksi kembali melalui hubungan kelamin. Obat suppositoria dan “douches” cukup baik dilakukan untuk membuat pH vagina menjadi asam. Pasangan sex juga harus diobati bersamaan untuk mencegah terjadinya reinfeksi.

Pemeriksaan Sedimen Urine :
Trichomonas adalah parasit yang sering ditemukan dalam sedimen urine. Biasanya, sel didapat karena cemaran dari alat genitalia. Tetapi dalam literatur disebutkan bahwa Trichomonas harus dilaporkan karena kasus-kasus dari kolonisasi vesical dan prostata oleh organisme ini.
Identifikasi Trichomonas yang hidup mudah dilakukan karena dalam sedimen urine segar terlihat bergerak. Identifikasi Trichomonas yang tak bergerak mungkin akan sedikit mengalami kesulitan dan sedikit ditemukan dalam sedimen urine. Bentuk khas dari Trichomonas berupa seperti buah pir, memiliki flagella, inti satu pada anterior, pada ekor terdapat flagella, bergerak dalam sedimen urine kadang berputar-putar. Dalam keadaan hidup sulit atau lemah menyerap zat warna Sternheimer malbin’s, sedangkan dalam keadaan mati berwarna ungu kemerahan. Ditemukan parasit ini harus diidentifikasi dan dicocokkan dengan morfologi yang ada dalam literatur parasitologi.

Keputihan :
Cairan *Censored disebut tidak normal manakala memiliki ciri-ciri, jumlahnya berlebihan, berbau amis/apek, menyebabkan gatal dan nyeri di sekitar daerah kelamin, berwarna putih susu/ kuning tua/ cokelat/ kehijauan/ kemerahan, dan menimbulkan kelainan pada daerah kelamin luar seperti benjolan atau luka. Ketidaknormalan itu bisa disebabkan karena faktor infeksi dan bukan infeksi.

Fisiologi :
Vagina memiliki mekanisme perlindungan terhadap infeksi. Kelenjar pada vagina dan serviks / leher rahim menghasilkan sekret yang berfungsi sebagai sistem perlindungan alami dan sebagai lubrikan mengurangi gesekan dinding *Censored saat berjalan & saat berhubungan seksual. Jumlah sekret yang dihasilkan tergantung dari masing-masing wanita. Dalam keadaan normal, kadang jumlah sekret dapat meningkat seperti saat menjelang ovulasi, stres emosional dan saat terangsang secara seksual. Selain itu, terdapat flora normal basil doderlein yang berfungsi dalam keseimbangan ekosistem pada *Censored sekaligus membuat lingkungan bersifat asam (pH 3.8-4.5) sehingga memiliki daya proteksi yang kuat terhadap infeksi.

Faktor Resiko :
Pada beberapa keadaan tertentu seperti perubahan hormonal pada kehamilan dan penggunaan pil KB, obat-obatan seperti steroid dan antibiotik, hubungan seksual dsb dapat meningkatkan resiko seorang wanita mengalami keputihan yang tidak normal.

Keputihan karena Trichomonas vaginalis :
Keputihan berupa sekret berwarna kuning-hijau, kental, berbusa dan berbau tidak enak (malodorous). Kadang keputihan yang terjadi menimbulkan rasa gatal dan iritasi pada daerah intim.

Agar terhindar dari keputihan yang tidak normal :
  1. Menjaga kebersihan genitalia. "Selesai buang air kecil bersihkan dengan air, arahnya dari depan (kandung kemih) ke belakang (anus)," supaya tidak menginfeksi bakteri anus ke vagina anda.
  2. Memilih pakaian dalam yang tepat, sebaiknya dari bahan nylon. Rutinlah mengganti pakaian dalam setiap hari. Begitupula jika memakai pantyliners, jangan sampai seharian penuh.
  3. Menghindari berat badan berlebih dan tidak makan terlalu banyak makanan yang tinggi kandungan gulanya.
  4. Melakukan pemeriksaan ginekologi secara teratur, termasuk deteksi dini kanker serviks. Idealnya setahun sekali, khususnya bagi yang sudah pernah melakukan hubungan seksual.
  5. Jangan sembarangan buang air kecil ditempat umum, pastikan di WC umum menggunakan sabun dan diserap sisa air dengan tissue kering untuk mengurangi resiko infeksi. Dapat juga menggunakan air aqua gelas untuk mencuci alat kelamin.
  6. Hindari penggunaan antibiotika dan obat-obatan dalam jangka lama, karena menyebabkan terjadinya perubahan populasi normal dalam lumen tubuh terutama di alat kelamin dan usus.

Keseragaman Pembacaan Sedimen Urine

SEDIMEN URINE

Azas :
Endapan urine yang diperoleh setelah dipusing diperiksa dibawah mikroskop dan dihitung unsur sel dan torak. Sebaiknya digunakan urine yang baru dikemihkan untuk menghindari perubahan morfologi unsur sedimen. Pada urine dengan berat jenis < 1.007 eritrosit akan menghemolisis dan leukosit akan mengembang.

Cara :
  1. Botol berisi urine digoyangkan agar memperoleh sampel yang tercmpur (homogen)
  2. Sebanyak 15 ml urine dituang ke dalam tabung sentrifuge.
  3. Pusing dengan alat sentrifuge selama 3-5 menit dengan kecepatan 1.500 – 2.000 rpm.
  4. Isi tabung dituang habis ke tabung lain (gerakan satu kali dan cepat)
  5. Dasar tabung pertama diketok beberapa kali agar sisa urine dan endapan tercampur.
  6. Letakkan setetes campuran tersebut di atas kaca objek bersih dan tutup dengan kaca penutup.
  7. Periksa di bawah mikroskop dengan cahaya rendah.
  8. Lensa objektif kecil (10x) = Lapangan Pandang Kecil (LPK). Periksa seluruh sediaan, perhatikan adanya jenis torak. Laporkan jumlah torak terlihat dalam 10 LPK, misalnya 0-3 torak hialin/LPK.
  9. Lensa sedang (40x) = Lapangan Pandang Besar (LPB) untuk menghitung jumlah leukosit, eritrosit dan glitter celll yang dijumpai dalam 10 LPB serta bagi dengan angka 10. Laporkan juga adanya jenis kristal, jamur, sperma, parasit dan lain-lain. (R.GandaSoebrata)


CARA PEMBACAAN-PELAPORAN SEDIMEN

1. Pembesaran 10 x/LPK=Lapang Pandang Kecil
a. Silinder/Cast/Torak terdiri dari :
  • Silinder Hialin /LPK
  • Silinder Granular Halus /LPK
  • Silinder Granular Kasar /LPK
  • Silinder Leukosit /LPK
  • Silinder Lilin /LPK
  • Silinder Fatty /LPK
  • Silinder Epithelia /LPK
  • Silinder Hemoglobin /LPK
  • Silinder Eritrosit /LPK
  • Silinder Bilirubin /LPK
  • Silindroid /LPK
  • Lain-lain Silinder /LPK
Untuk silinder lainnya seperti silinder dari kristal baik asam maupun alkali tetap dihitung sama dengan silinder lainnya. Sebenarnya banyak sekali silinder yang mungkin ditemukan pada sedimen patologis ada hampir 25 jenis silinder.

b. Sel Epithel
  • Epithel Squamous /LPK
  • Epithel Renal Tubuli /LPK
  • Epithel Transisional /LPK
Epithel ini harus dibagi 3 dalam pembacaannya, yang sering ditemukan adalah Squamous (alat kelamin, vagina atau penis), jarang ditemukan transisional (dari ureter, uretra dan kandung kemih) dan patologis Renal Tubular cell (RTC) karena dari ginjal.

c. Kristal
  • Calcium oxalat -, +, ++, +++
  • Amorf Urat -, +, ++, +++
  • Asam urat -, +, ++, +++
  • Tripel fosfat -, +, ++, +++
  • Amorf fosfat -, +, ++, +++
  • Amonium urat -, +, ++, +++
  • Natrium urat -, +, ++, +++
  • Calcium sulfat -, +, ++, +++
  • Sulfa (jenisnya) -, +, ++, +++
  • Amorf Urat -, +, ++, +++
  • Amonium biurat -, +, ++, +++
  • Lain-lain -, +, ++, +++
d. Kristal Patologis
  • Cystine -, +, ++, +++
  • Leusine -, +, ++, +++
  • Tyrosine -, +, ++, +++
  • Bilirubin -, +, ++, +++
  • Cholesterol -, +, ++, +++
e. Mikroorganisme
  • Bakteria -, +, ++, +++
  • Yeast Cell -, +, ++, +++
  • Hifa Candida sp. -, +, ++, +++
  • Trichomonas vaginalis - atau +
  • Spermatozoa - atau +
  • Mites - atau +
  • Aspergillus - atau +
  • Pthyrus pubis - atau +
  • Sarcoptes Scabei - atau +
f. Telur Cacing
  • Telur Trichuris - atau +
  • Telur Schistosoma haematobium - atau +
  • Telur Enterobius vermicularis - atau +
  • Telur Fasciola hepatica - atau +
g. Others
  • Mucus Thread (Benang Lendir) - atau +
  • Other Crystals -, +, ++, +++

2. Pembesaran 40 x/LPB=Lapang pandang Besar
    a. Leukosit /LPB
    b. Eritrosit /LPB
    c. Sel Glitter (Leukosit Ginjal) /LPB
    d. Oval Fat Bodies /LPB
Inilah sedimen yang harus dilaporkan dalam LPB, sebenarnya oval fat bodies merupakan RTC yang terakumulasi lemak sehingga menjadi sel lemak.

Keterangan :
  1. Sebelum urine dituang ke dalam tabung sentrifuge, terlebih dahulu botol penampung dikocok agar sedimen yang mengendap homogen kembali.
  2. Proses sentrifugasi yang terlalu cepat dan terlalu lama menyebabkan sedimen yang terkandung dalam urine akan rusak sebagian, sebaliknya terlalu cepat dan lambat radius setrifugasi menyebabkan tidak semua mengendap sedimen. Sebaiknya dihindarkan semua kejadian ini.
  3. Pada wanita yang haid dan pasien dengan perdarahan berat pada saluran kemih tidak dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan sedimen urine karena akan terjadi kesalahan dalam penafsiran hasil. Cukup dilaporkan pada makroskopis Blood gross (+) disertai keterangan lain.
  4. Kontaminan sedimen : Pollen grain, serat rambut, cotton fiber, bubble air, lipid droplet, fecal material contaminant dan anticoagulant EDTA tidak perlu dilaporkan.
  5. Adanya lendir secara makroskopis dan benang lendir secara mikroskopis dilaporkan sebagai : Mucus Thread (+) dan ikut serta dalam pelaporan.
  6. Apabila dalam lapang pandang dihitung lebih dari 100 suatu unsur sedimen (misal : eritrosit > 100/lpk), maka dilaporkan eritrosit >100/lpk dan apabila ditemukan >200/lpk maka dilaporkan dengan : Positif (+) penuh.
  7. Epitel transisional merupakan epitel yang berasal dari ureter, kandung kemih dan uretra baik pada wanita maupun pria. Dapat dilaporkan sebagai epitel transisional atau dapat pula dibedakan menurut asalnya (trans caudatus, female uretra, dll).
  8. Epitel ginjal (renal epitel) hanya ditemukan dalam ginjal : bulat, kecil-kecil, inti agak besar, dengan malbin tampak kebiruan. Ditemukan pada kasus dengan gagal ginjal. Bila ditemukan lemak dalam sitoplasma maka disebut Oval Fat Bodies.
  9. Kristal dalam sedimen yang dilaporkan harus mengacu pada pH urine sehingga tidak salah dalam pelaporan. Seperti tripel phosphat dan calcium carbonat yang ditemukan pada pH diatas 7,5.
  10. Kadang-kadang kristal-kristal, bakteri, jamur dapat berukuran kecil sehingga perlu dilihat pada pembesaran 40x objektif.
  11. Bila ditemukan epitel dengan inti lebih dari 1, maka dilaporkan sebagai carcinoma epithelia cell.
  12. Bila BJ atau SG rendah, maka eritrosit akan cenderung mengembang sedangkan bila BJ atau SG tinggi maka eritrosit cenderung mengkerut.
  13. Bila pH urine tinggi (lindi) maka leukosit cenderung mengumpul dan mengembang sedangkan pH rendah maka leukosit cenderung menyebar dan mengkerut.
  14. Leukosit dari ginjal (Glitter Cell) dengan Malbins akan mengambil zat warna lemah sehingga tampak pucat, tetapi leukosit dari saluran kemih akan tampak jelas.
  15. Membedakan ragi/yeast sel dengan eritrosit tambahkan KOH 10% atau asam cuka pada sedimen, eritrosit akan lisis.
  16. Adanya Silinder, Epitel Renal tubuli, Glitter cell, silindroid, Oval fat bodies ditemukan pada keadaan gagal ginjal dan atau nefrotic sindrome.
  17. Pada hematuria penghancuran eritrosit dengan Asam cuka untuk mempermudah melihat unsur sedimen lain.
  18. Hal-hal lain : wajib menggunakan cover/deck glass dalam melakukan pemeriksaan.
  19. Sedimen yang telah diwarnai dengan Malbins mampu bertahan hingga selama 1 minggu pada suhu 4derajat C.

Petunjuk Penggunaan
AIM Sedi Uri Stain

AIM Sedi Uri Stain merupakan modifikasi pewarnaan Sternheirmer-Malbin yang sangat stabil yang digunakan untuk pewarnaan dalam sediment urin dalam penentuan kualitatif maupun kuantitatif sediment urin secara mikroskopis.

Pengumpulan dan Penanganan Sampel
  1. Gunakan wadah atau plastik yang kering dan bersih untuk menampung sampel urine.
  2. Gunakan urine pertama di pagi hari agar diperoleh hasil sedimentasi yang optimal.
  3. Setelah dikumpulkan, proses sample sesegera mungkin. Pemeriksaan sampel setelah 4 jam dapat menyebabkan menurunnya sediment atau berubahnya senyawa kimia dan bahan fisika urin. Jika pemeriksaan tidak segera dilakukan, simpan sampel spesimen pada 2-8C. Jangan dibekukan.
  4. Jangan Gunakan urine yang telah lama ditampung dalam urine bag pasien dengan kateterisasi karena komponen sedimen sebagian telah rusak dan terjadi pertumbuhan bakteri yang pesat.

Materi yang Tersedia dalam Kit :
  1. AIM Sedi Uri Stain 5 x 20 ml
  2. 1 lembar petunjuk penggunaan

Materi yang tidak tersedia dalam Kit :
  1. Tabung
  2. Objek Glass
  3. Deck Glass
  4. Mikroskop

Prosedur Pemeriksaan
  1. Tuang urine ke dalam tabung sebanyak 12 ml. sentrifuge sample tersebut selama 5 menit pada 1500 rpm.
  2. Tuang/buang urine hingga tersisa 1 ml (sediment urine) atau hingga cairan tersisa sedikit.
  3. Tambahkan 1 tetes AIM Sedi Uri Stain, kocok hingga homogen.
  4. Ambil sedikit sampel sediment urine yang telah dicampur dengan AIM Sedi Uri Stain dengan pipet tetes, buat sediaan di Objek glass.
  5. Tutup atas sediaan dengan deck glass.
  6. Amati sampel slide dengan mikroskop pada pembesaran 10 x dan 40 x.
  7. Lakukan penghitungan komponen sedimen yang ditemukan menurut aturan yang telah ditetapkan.